oleh

Persoalan Penyelundupan PMI Ilegal di Sebatik Mendapatkan Perhatian Kanwil KemenHAM

NUNUKAN – Pihak kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (Kanwil KemenHAM) menegaskan akan berkomitmen untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, tentang prosedur yang benar dalam perekrutan pekerja migran, agar tidak rentan terjadi korban pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM).

Itu setelah pihaknya melihat upaya penyelundupan 16 Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal ke Malaysia, yang berhasil digagalkan oleh Satuan Tugas Gabungan TNI di Perbatasan Sebatik, pada Sabtu (5/4) lalu.

banner 728x90

Melihat itu, Kepala Wilayah KemenHAM Kalimantan Timur (Kaltim), Dr.Hj. Umi Laili mengapresiasi keberhasilan Tim Satgas Gabungan yang terdiri dari Satgas Pamtas Yonarmed 11 Kostrad, Satgas Bais TNI, dan Satgas Intelijen Kodam VI/Mulawarman, sebagai bukti pentingnya perlindungan kepada CPMI.

“Keberhasilan itu, sebagai bukti perlindungan bagi CPMI agar tidak terjebak dalam jaringan penyelundupan yang dapat membahayakan keselamatan mereka. Saya memonitor langsung penyelamatan tersebut,” ujar Dr. Hj. Umi Laili.

Melihat itu, pihaknya berjanji akan lebih intens melakukan sosialisasi dan edukasi terkait prosedur yang benar dalam perekrutan pekerja migran.

Menurut Umi Laili, para pekerja ilegal memang amat rentan terjadi korban pelanggaran hak asasi manusia. Mereka berangkat tanpa melalui prosedur yang resmi, mereka seringkali terjebak dalam situasi yang berbahaya dan eksploitasi.

Untuk itu, harus ada edukasi secara masif kepada masyarakat tentang prosedur yang benar dalam perekrutan pekerja migran, agar tidak rentan terjadi korban pelanggaran HAM.

Umi Laili menerangkan, mengapa banyak PMI ilegal mengalami pelanggaran hak asasi manusia. Pertama, kurangnya perlindungan hukum, dimana PMI ilegal tidak memiliki akses terhadap perlindungan hukum yang sama seperti pekerja migran yang berangkat secara resmi. Hal itu membuat mereka sulit untuk melaporkan pelanggaran yang dialami, seperti penyiksaan, penipuan, atau pemerasan.

“Termasuk eksploitasi ekonomi, banyak PMI ilegal yang dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak layak, dengan upah yang sangat rendah, atau bahkan tanpa upah sama sekali. Mereka seringkali terjebak dalam hutang untuk membayar biaya keberangkatan yang tinggi,” ungkap Umi Laili.

Belum lagi, jaringan penyelundupan sering kali beroperasi di balik pengiriman PMI ilegal, yang dapat menyebabkan mereka menjadi korban perdagangan manusia. Mereka bisa dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat buruk dan tidak memiliki kebebasan untuk melarikan diri.

PMI ilegal sering kali menghadapi stigma dan diskriminasi di negara tujuan, yang dapat menghalangi mereka untuk mendapatkan dukungan sosial atau akses ke layanan dasar.

Ada pula kondisi keamanan yang buruk. Dalam banyak kasus, PMI ilegal berada di lingkungan yang tidak aman, di mana mereka dapat menjadi sasaran kekerasan atau eksploitasi.

Melihat beberapa hal tersebut, Umi Laili berharap penting bagi pemerintah dan organisasi terkait untuk meningkatkan upaya perlindungan bagi PMI, termasuk memberikan edukasi tentang proses legal untuk bekerja di luar negeri, serta memperkuat penegakan hukum terhadap jaringan penyelundupan dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Jadi sangat perlu kerjasama dan sinergitas antara instansi terkait, ini dapat terus ditingkatkan untuk menciptakan sistem perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja migran Indonesia. Dengan upaya ini diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan memastikan bahwa semua pekerja migran berangkat dengan cara yang legal dan aman,” harap Umi Laili. (mwa)

Baca Juga